Kamis, 02 Maret 2023

"Diksi dan Seni Bahasa"

 Resume Materi ke-18 KBMN angkatan ke-28


 Materi ke-18: "Diksi dan Seni Bahasa"

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Assalammu'alaikum wrwb. dan Salam Sejahtera

Jum'at malam, tanggal 17 Februari 2023, adalah malam spesial karena sebelum dimulai penyampaian materi di malam yang ke-18 ada sambutan dari Om Jay selaku Founder. KBMN. Kata beliau: "Teman-teman peserta KBMN 28, tak terasa kita sudah memasuki pertemuan ke-18. Masih ada 12 pertemuan lagi yang akan kita lewati bersama. Tetap semangat dan jaga kesehatan sebab menulis itu menyehatkan bahkan menyembuhkan bagi mereka yang sedang sakit."  Bagitulah sambutan di awal acara dari Om Jay, suatu nasihat dan pemberian motivasi dari seorang yang berhati besar, membuat komunitas besar untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman antar sesama, suatu pesan yang sangat menujam di hati, agar kita tidak mudah putus asa dalam membuat tulisan, karena sudah terlewat separuh waktu yang telah ditentukan.

Lanjut beliau lagi, "Malam hari ini kita akan ditemani ibu-ibu Cantik yang baik hati. Mereka adalah dua bidadari dari surga yang sengaja dikirimkan ke dunia untuk mengajak kita belajar bersama. Mereka adalah guru berprestasi dari lebak Banten dan Malang Jawa Timur. Ibu Maydearly akan berbagi ilmu dan pengalamannya menulis diksi dan seni bahasa. Beliau akan ditemani ibu Widya sebagai moderatornya. Mereka adalah guru-guru tangguh berhati cahaya yang ikut terlibat dalam tim Solid Omjay (TSO)."

"Satu per satu terjatuh dan keluar dari WA Group KBMN PGRI ini. Wa Group yang awalnya penuh sebanyak 1025 orang, kini telah menyusut pelan-pelan menjadi 924 orang. Dari semuanya itu mungkin hanya sedikit yang mencapai garis Finish. Ibarat lari marathon, mereka sudah kehabisan nafas sebelum pintu kemenangan dibuka."

"Belajar secara online memang dibutuhkan kesabaran sekaligus keikhlasan. Siapa yang sabar pasti akan pintar dan siapa yang ikhlas pasti tuntas. Belajar menulis harus dimulai dari diri sendiri. Menjaga konsistensi dalam menulis bukanlah perkara mudah begitu pula  menulis dalam kesibukan bukanlah perkara yang mudah dilakukan. Namun, berikanlah tugas itu kepada orang yang sibuk, sebab orang yang sibuk itu pandai mengelola waktu dengan baik, sehingga mereka sukses dalam hidupnya."

Setelah memberikan petuah/nasihat dan pesan-pesannya Om Jay lalu mempersilahkan Ibu Widya untuk membuka dan memimpin acara malam itu, dan mempersilahkan Ibu Maydearly  untuk berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Karena memang malam itu yang bertugas sebagai narasumber adalah Ibu Maydearly dan sebagai moderator adalah ibu Widya Arema.

Ibu Widya membuka dengan sebuah puisi  yang sangat bagus sekali:

*S* ayap kami saling menyangga

*A* rungi berdua gemerlap letihnya dunia

*H* adirkan setiap warna membungkam resah yang ada

*A* baikan setiap mata munafik yang bersorak dalam duka

*B* iarkan tangan kami saling tergenggam, menguatkan dalam balutan doa

*A* tau mentertawakan takdir yang dengan seenaknya mengatur hilir mudik nestapa

*T* ak usah dengarkan mereka, cukup bersamamu hatiku jauh dari gulana.

Sambil menunggu narasumber kita bersiap-siap, mari kita baca karya indah  Maydearly dalam balutan diksi indah nan menawan berikut ini.

        *Senja Mengukir Cinta* (oleh Mydarly)

                Deru angin dalam semilir

                Mengukir ruang resah

                Tentang senja paling gulita

                Yang membawa rasa untuk dia.

                Untuk rembulan dalam temaram

                Ku titipkan singasana cinta

                Berceloteh tentang rindu

                Yang bersembunyi dalam diam.

                Sunyi bertahta dalam gelap

                Hampa riak suara, kelabu

                 Hanya menandu rindu

                Dari cinta yang berselimut dingin.

                Rasa cinta yang tetap terjaga

                Bak bersanding dengan alam

                Menjadi singgasana keabadian

                Membumi dengan lubuk paling dalam.

                Untuk dia, ku jaga rasa

                Memeluk rindu seabad

                Ku sampaikan dalam maya

                Agar terukir cerita paling menawan.

 *) Kini saatnya memulai pembelajaran, di awali oleh moderator:

    "Baiklah Bapak/ Ibu izinkan saya meminjam waktu dengan jemari yang berlarian  di atas         layar kaca."

   "Sebuah materi *Diksi dan Seni Bahasa* semoga menjadi cemilan yang menawan di                 pembuka malam nan elegan.."

*)  Materi mulai disampaikan oleh sang narasumber.

"Berharap, malam ini menjadi malam yang paling teduh yang kita dapatkan. Ditemani dengan secangkir kopi yang mempertemukan kita di satu meja virtual. Sebuah tempat dimana sang emoticon menjadi persembahan." itu kalimat pemula sebagai tanda perkenalan dari  Ibu nara sumber kita, Ibu Maydearly.

Maydearly, adalah sebuah nama yang terpampang bak sebuah kata tanpa titik dan koma.  Seorang bloger sejati, tak perlu disebut namanya, namun semua tertanam dalam sebuah hasil karya dengan dia dia pernah berbicara, melainkan  menulis, bercerita, dan berdoa sebagai rupasebuah peninggalan tu hari tua.

Mari kita masuk ke dalam materi.

Diksi – akar kata dari bahasa Latin: 'dictionem,'  yang kemudian diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi 'diction' sebagai sebuah kata kerja yang mempunyai makna sebagai "pilihan kata." Maksudnya adalah 'pilihan kata' untuk menuliskan sesuatu secara ekspresif, sehingga tulisan tersebut seperti memiliki ruh dan karakter yang kuat sehingga mampu menggetarkan atau mempermainkan hati pembacanya.

Dalam sejarah bahasa, Aristoteles – seorang filsuf dan ilmuwan Yunani serta sebagai seorang yang suci pada zamannya, beliau inilah yang memperkenalkan diksi sebagai sarana menulis indah dan berbobot. Gagasannya itu ia sebut diksi puitis yang ia tulis dalam 'Poetics'– salah satu karyanya. Seseorang akan dapat menulis indah, khususnya puisi, jika memiliki kekayaan kata yang melimpah, itulah diksi puitis. Gagasan Aristoteles ini dikembangkan fungsinya, sehingga diksi tidak hanya diperlukan bagi penyair menulis puisi, tapi juga bagi para sastrawan yang menulis prosa dengan berbagai genre-nya.

William Shakespeare yang dikenal sebagai sastrawan yang sangat piawai dalam menyajikan diksi melalui naskah drama, ia menjadi mahaguru bagi siapa saja yang berminat menuliskan romantisme yang dipadu tragedi. Diksi Shakespeare relevan untuk menulis karya yang bersifat realita maupun metafora, dan gaya penyajiannya sangat komunikatif, tak lekang ditelan zaman.

Lalu mengapa Diksi begitu penting dalam kajian sebuah bahasa?

Banyak keindahan  atas sebuah kata yang tak tereja oleh bibir, Diksi bak pijar bintang di angkasa yang menunjukan dirinya dengan kilauan, mempesona dan tak membosankan.

Lalu, begitu sulitkah kita dalam berdiksi?

"Honestly I fell ashame," katanya. Membawakan materi tentang Diksi, sedangkan saya bukan ahli sastra, lebih tepat hanya sebagai 'penyuka diksi saja,' kilahnya.

Terkadang banyak penulis yang merasa takut dalam memulai sebuah tulisan, terkadang lidah kita merasa kelu untuk menulis sesuatu yang menakjubkan. Ada keraguan yang dibungkam sebelum diterjemahkan dalam bahasa. Muncul berbagai pertanyaan dalam diri, "Apakah mungkin saya bisa menulis sebuah bahasa yang indah?; Saya merasa takut tulisan saya terdengar garing ketika dibaca, dsb" 

"Sesungguhnya menulis itu sederhana saja Bapak/Ibu," ujarnya. Sesederhana mengaduk gula dalam gelas kopi. Menulis dari apa yang kita lihat, apa yang kita rasakan dan apa yang kita dengarkan." tambahnya. 

"Lantas jurus apa yang harus kita pakai agar kita mampu menulis dengan segala keindahan?" tanyanya, yang lalu dijawabnya juga: "Gampaaaaaaang,  libatkan kelima macam panca indera kita, yaitu:"

1. "Sense of Touch," yaitu: menulis dengan melibatkan indera peraba. Indra peraba dapat digunakan untuk memperinci dengan apik tekstur permukaan benda atau apapun. Penggunaan indra peraba ini sangat cocok untuk menggambarkan detail suatu permukaan, gesekan, tentang apa yg kita rasakan pada kulit. Aplikasi indra peraba ini juga sangat tepat digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak terlihat, seperti angin misalnya. Atau, cocok juga diterapkan untuk sesuatu yang kita rasakan dengan menyentuhnya, atau tidak dengan menyentuhnya.

 Contoh pada kalimat di bawah ini:

"Pada pori-pori angin yang dingin, aku pernah mengeja rindu yang datang tanpa permisi."

2. "Sense of Smell," yaitu: menulis dengan melibatkan indra penciuman, hal ini akan membuat tulisan kita lebih beraroma. Tehnik ini akan lebih dahsyat jika dipadukan dengan indra penglihatan.

Contohnya pada kalimat:

"Di kepalaku, wajahmu masih menjadi prasasti, dan aroma badanmu selalu ku gantungkan dilangit harapan."

3. "Sense of Taste," yaitu: menulis dengan melibatkan indra perasa. Merasakan setiap energi dan rasa yang ada di sekitar kita. Penggunaan indra perasa sangat ampuh untuk menggambarkan rasa suatu makanan, atau sesuatu yg tercecap di lidah.

Contoh:

"Ku kecup rasa pekat secangkir kopi di tangan kananku, sembari ku genggam  Hp di tangan  kiriku. Telah terkubur dengan bijaksana, dirimu beserta centang biru, sedang diriku bersama centang satu.*

4. "Sense of Sight," yaitu: menulis dengan melibatkan indra penglihatan, memiliki prinsip “show, don’t tell," selalu ingatlah dalam menulis, cobalah 'tunjukkan' kepada pembaca (dan tidak sekadar menceritakan semata). Buatlah pembaca seolah-olah bisa “melihat” apa yang tengah kita ceritakan. Buat mereka seolah bisa menonton dan membayangkannya.  Prinsip utama dan manjur dalam hal ini adalah "DETAIL." Tulislah apa warnanya, bagaimana bentuknya, ukurannya, umurnya, kondisinya.

Contoh:

*Derit daun pintu bak mencekik udara ditengah keheningan, membuatku tersadar jika kamu hanya sebagai lamunan*

5. "Sense of hearing," adalah menulis dengan melibatkan energi yang kita dengar. Begitu banyak suara di sekitar kita, belajarlah untuk menangkapnya. Bagaimana? dengarkanlah, lalu tuliskan. Mungkin, inilah sebab mengapa banyak penulis sukses yang kadang menanti hening untuk menulis. Bisa jadi mereka ingin menyimak suara-suara. Sebuah tulisan yang ditulis dengan indra pendengaran akan terasa lebih berbunyi, lebih bersuara. Selain itu, penulis juga bisa berkreasi dengan membuat hal-hal yang biasanya tak terdengar menjadi terdengar. 

Contoh:

"Derum kejahatan yang mendekat terasa begitu kencang. Udara hening, tetapi terasa berat oleh jerit keputusasaan yang dikumandangkan bebatuan, sebuah keputusan yang menghakimiku untuk tak lagi merinduimu."

Acap kali dalam menulis kita hanya melibatkan otak kita sebagai muara untuk berpikir tanpa kita dengar, tanpa kita rasa, tanpa kita raba, padahal terkadang sesuatu di pelupuk mata bisa menjadi rongga untuk mencumbu tulisan kita.

Mengapa kita selalu melihat kursi yang kita duduki dengan pandangan yang begitu sederhana? Sesekali buatlah ia mempesona dan anggun.

"Di atas kursi ini, aku pernah memeluk ratapan bagaimana menungguimu dengan sebuah doa takdim." .Acap kali dalam menulis kita hanya melibatkan otak kita sebagai muara untuk berpikir tanpa kita dengar, tanpa kita rasa, tanpa kita raba, jika terkadang sesuatu di pelupuk mata bisa menjadi rongga untuk mencumbu tulisan kita.

Mengapa kita selalu melihat kursi yang kita duduki dengan pandangan yang begitu sederhana? Sesekali buatlah ia mempesona dan anggun. "Di atas kursi ini, aku pernah memeluk ratapan bagaimana menungguimu dengan sebuah doa takdim." Setiap apapun yang kita lihat, sesekali kita rasakan, kita raba, bahkan kita ampu kan sebagai sebuah senyawa yang mampu bersuara. 

Yakinlah, masih terasa sulitkah menulis diksi? Ini yang narasumber tanyakan kepada peserta, setelah beliau banyak memberikan bimbingan.

Untuk mengetahui hal itu, narasumber mengundang dan mengajak peserta untuk melakukan praktek, ucapnya:

"Naaaah, mari kita coba yuk bapak/ibu, saya bukan seseorang yang expert dalam berdiksi, because saya hanya seorang penyuka diksi," begitu gaya merendah beliau.

"Baiklah, saya akan memberikan clue, agar grup ini dibuka dalam 10 menit. Silahkan Bapak/Ibu menulis sesuatu yang terlihat di hadapan dengan melibatkan kelima panca indera, boleh juga menulis tentang malam."

"Sahabat Sahabat dalam suka, namun kadang merobek jiwa. Tetap saja sahabat yang menanti dekapan erat saat tinta dunia menggores tak terperikan. Sahabat relung hati terhampar luas saat aku membutuhkan pundaknya. Tetaplah bercahaya dalam kegelapan. Wajahmu terkadang siap menerkam, tapi sayangmu menghujam tajam."

(ini contoh diksinya)


Demikianlah paparan materi yang telah diberikan oleh narasumber,  mohon dimaafkan atas kekurang sempurnaan resume ini.

 

Makassar, 2 Maret 2023


Tidak ada komentar:

Posting Komentar